Bulan Madu Terindah (Kisahku 2 – full)

Meski keluarga Tulungagung sudah mendapat telepon malam-malam dari petugas Rumah Sakit Boromeus tetapi mereka tidak dapat segera berangkat ke Bandung. Bus atau kereta api dari Tulungagung ke Bandung sudah berangkat sore tadi. Mereka harus menunggu besok sore untuk mendapatkan kereta api ke Bandung. Dan tiba di Bandung pagi besoknya lagi.

Aku berpesan agar keluarga dari Tulungagung tidak usah buru-buru menjengukku ke Bandung. Toh aku di Bandung sudah ada yang menemani: istriku tercinta.

Saat ini harusnya adalah masa-masa bulan madu. Kami baru menikah sekitar beberapa hari yang lalu. Malam terjadinya kecelakaan itu juga ketika aku akan menjemput pulang istriku dari tempat kerja. Karena aku begitu semangat dan kangen dengan istriku maka aku terlalu ngebut mengendarai motor dan terjadilah tabrakan di persimpangan jalan Dago bawah.

Istriku adalah orang pertama yang menjengukku di rumah sakit. Wajah cantiknya ketika mendekatiku membuat aku lupa bahwa kaki kiriku sedang patah. Meski tampak kecemasan di wajahnya namun tetap memancarkan kecantikan suci sebagaimana aku pertama jatuh cinta padanya.

***

Aku mengenal Aulia pertama kali ketika masih SMP. Berbeda dengan waktu SD, aku tampaknya mulai perhatian dengan teman-teman cewek. Ketika SMP aku mempunyai banyak teman, laki-laki dan perempuan. Di antara teman-taman cewek itu banyak yang cantik-cantik. Tetapi Aulia selalu berbeda. Aulia memang cantik tetapi ketika aku bicara hal biasa saja dengan Aulia aku selalu deg-degan.

Aku berbeda kelas dengan Aulia sehingga tidak terlalu sering bertemu dengannya. Aku kelas  1H sedangkan Aulia kelas 1G. Aku diuntungkan ketika mulai menapaki sekolah SMP 2 Tulungagung. Aku adalah lulusan terbaik SDN Mangunsari 1. Kemudian melanjutkan ke SMP paling favorit di Tulungagung. Sebagai lulusan terbaik SD membuat aku percaya diri mendekati Aulia.

Untuk menjadi lulusan terbaik di SD aku tidak terlalu mengalami kesulitan. Tetapi untuk menjadi yang terbaik di SMP butuh upaya keras belajar dengan rajin. Belum lagi ketika belajar di SMP kadang-kadang konsentrasiku terpecah dengan kegiatan OSIS. Aku mulai tertarik dengan organisasi. Aku menyibukkan diri dengan OSIS. Yang membuat aku senang dengan OSIS adalah kami berhak tidak mengikuti pelajaran karena ada meeting OSIS.

Ada lagi yang membuat aku lebih senang dengan meeting OSIS: aku mewakili keas 1H dan Aulia mewakili kelas 1G. Kami bertemu. Aku deg-degan. Aulia tersenyum. Aku tidak tahu apakah Aulia deg-degan atau tidak. Yang jelas setelah pertemuan dengan Aulia itu aku sering senyum-senyum sendiri. Pulang sekolah naik sepeda sendiri sambil senyum-senyum sepanjang jalan.

Apakah aku jatuh cinta sama Aulia?

Ah…tidak mungkin! Aku baru kelas 1 SMP. Untuk apa urusan cinta? Menyelesaikan sekolah dengan nilai terbaik lebih menarik bagiku. Kalau pun aku sedang jatuh cinta, sejak pandangan pertama, kepada Aulia maka aku tidak mau melanjutkannya dalam bentuk pacaran atau lainnya. Tetapi aku, terus terang, menikmati perasaan deg-degan ketika berjumpa Aulia. Selalu berharap agar dapat berjumpa lagi dengan Aulia.

Naik kelas 2 SMP aku nyaris tidak pernah jumpa dengan Aulia. Aku naik ke kelas 2E sedangkan Aulia naik ke kelas 2A. Kelas EFGH masuk siang sedang kelas ABCD masuk pagi. Atau sebaliknya. Tidak berjumpa dengan Aulia, aku tidak apa-apa. Sekali waktu bertemu dengan dia deg-degan lagi, senyum-senyum lagi. Kehidupan terasa lebih indah dan mempesona.

Naik ke kelas 3 SMP terjadi perombakan kelas lagi. SMP 2 Tulungagung menerapkan kelas unggulan. Sembilan puluh siswa terbaik akan dibagi menjadi 2 kelas unggulan secara merata. Kelas unggulan ini menempati ruang kelas 3C dan kelas 3G. Aku yakin pasti akan masuk kelas unggulan 3C atau 3G. Memang benar aku masuk kelas 3G. Bagaimana dengan Aulia? Dia juga masuk kelas unggulan, 3G.

Tampaknya kelas 3 SMP ini menjadi masa-masa terindahku. Setiap hari aku dapat berjumpa dengan Aulia di kelas. Aku beruntung karena pandai di pelajaran matematika. Guru-guru percaya kelas unggulan ini mampu belajar mandiri secara aktif. Karena itu guru-guru sering memberi tugas kelompok agar siswa belajar secara mandiri. Bakatku yang pandai matematika menjadi keuntungan. Setiap belajar matematika akulah yang menjadi pemimpin. Aku banyak mengajari teman-teman tentang matematika. Dan yang paling sering aku ajari matematika, tentu saja Aulia. Tetap dengan perasaan deg-degan.

Lulus SMP aku tetap berhasil menjadi salah satu lulusan terbaik SMP 2 Tulungagung. Sebagai lulusan terbaik aku mempunyai dua pilihan SMA terbaik di Tulungagung: SMA 1 atau SMA 2. Aku lebih memilih SMA 2 Tulungagung. Tanpa rasa khawatir sedikitpun aku melihat pengumuman penerimaan siswa baru SMA 2 Tulungagung. Namaku tertera sebagai salah seorang siswa baru. Dan di sebelah namaku tertulis nama Aulia juga diterima di SMA 2 Tulungagung. Rasa deg-degan muncul lagi.

Ketika SMA aku mulai sadar kalau aku naksir sama Aulia. Masa SMA juga dapat menjadi masa-masa indah untuk pacaran, sebagaimana yang sering kami dengar waktu itu, Gita Cita SMA. Aku masuk kelas I-2 sedangkan Aulia masuk kelas I-1. Perasaan seperti awal-awal SMP berulang lagi. Kami bertetangga kelas. Rasa deg-degan hinggap berkali-kali di hatiku. Aku lebih matang saat ini. Aku sudah SMA. Lulusan terbaik dan pemain basket yang hebat. Tidak ada alasan bagiku untuk ragu mengungkapkan perasaan cinta kepada Aulia. Tetapi aku tidak melakukannya.

Aku ragu bila sudah mengungkapkan cinta ke Aulia kemudian ia menolakku. Tetapi yang membuat aku lebih khawatir adalah bila Aulia menerima cintaku! Apa yang akan aku lakukan sepanjang SMA? Berpacaran? Menikmati masa-masa indah penuh cinta? Bagaimana dengan pelajaran sekolahku?

Aku memutuskan untuk tidak mengungkapkan perasaanku kepada Aulia. Biarlah aku menikmati rasa deg-degan bila berjumpa, senyum-senyum sendiri habis berjumpa, dan penuh harapan besok dapat lagi berjumpa.

Sepanjang SMA aku tidak pernah satu kelas dengan Aulia. Rasa deg-degan itu terpelihara di dadaku. Bahkan sampai ketika kami kuliah masih ada rasa itu. Tetapi jarak memisahkan kami berdua. Aku melanjutkan kuliah ke Teknik Elektro ITB, Bandung. Sedangkan Aulia melanjutkan kuliah di Surabaya. Kami melanjutkan komunikasi melalui surat dan telepon malam atau dini hari untuk mendapatkan tarif diskon.

Menjelang masa akhir kuliah…

###

Aku pandangi wajah istriku yang mendengarkan ceritaku. Tetap cantik. Menenangkan hati. Aku memang lupa jika sedang dirawat di rumah sakit dalam kondisi patah kaki. Aku bersemangat cerita. Tapi istriku mendengar dengan rasa iba dan cemburu. Aku tidak boleh cerita terlalu panjang tentang Aulia. Sebaiknya aku justru cerita tentang rasa cintaku kepada istri yang sedang mendampingiku saat ini. Aku harus segera membuat akhir kisah tentang Aulia. Dan aku berjanji menjadikan Boromeus sebagai bulan madu terindah.

@#$

Menjelang akhir masa kuliah aku menyatakan cinta kepada Aulia melalui telepon interlokal. Dengan terbata-bata Aulia menerima cintaku. Singkat cerita kami kemudian merencanakan pernikahan  segera setelah lulus kuliah. Aulia wisuda lebih awal dari aku. Aku dalam posisi membuat skripsi yang sudah hampir selesai, 2 minggu lagi. Tanggal pernikahan pun telah ditetapkan. Cinta yang bersemi sejak SMP akhirnya akan menemukan wadah terbaiknya: pasangan keluarga bahagia.

Berselang beberapa minggu menjelang hari pernikahan kami, aku berselisih paham dengan ayahnya Aulia – calon mertuaku. Entah mengapa aku tidak mau mengalah. Beliau juga tidak mau mengalah. Buntut perselisihan itu rencana pernikahan kami batal. Batalnya pernikahan kami tidak apa-apa bagiku. Tetapi putus cinta dengan Aulia menghancurkan hatiku berkeping-keping. Aku patah hati untuk pertama kalinya. Duniaku terasa gelap, mencekam, sunyi. Semua bagai tiada arti.

Tetapi Widjaksono kecil yang pantang menyerah tetap memiliki jiwa pantang menyerah. Aku bangkit, meski hati sakit. Aku berdiri, meski seorang diri. Aku melangkah, meski berdarah-darah. Butuh waktu lebih dari tiga hari aku untuk kembali normal.

Aku sudah selesai skripsi. Sudah bukan waktunya untuk mencari pacar lagi. Aku akan melanjutkan hidup dengan mencari pasangan hidup. Inilah awal langkahku menemukan bidadariku yang sejati. Dan aku berhasil menemukannya. Dia yang saat ini sedang menggegam tanganku erat. Aku cinta kamu, bidadariku. Mari berbulan madu di sini, di rumah sakit ini.

21 Responses to Bulan Madu Terindah (Kisahku 2 – full)

  1. kusman-pwt says:

    kwkwkwkwwk..no komen aja

  2. riyanto says:

    hebat lo…ratusan tahun mendem deg-deg pyur…
    untung aja ngga jatuh tu jantung
    bravo..critanya sip

  3. eka says:

    bulan madu nggak harus di lakukan setelah menikah aja loh sista
    memakai lingerie sexy bisa jadi alternatif

  4. iren ciut says:

    Keren dch wkwkwkkk

  5. pangeranrambee says:

    Uhhhhh.
    Sayang saya masih belasan. haha

  6. juwita adithya says:

    Cerita bikin aku mikir lagi k masa lalu

  7. apiqquantum says:

    Hmmm…semangat muda!

  8. siti says:

    hhhheeeebbbbbaaaat bangts ya sama kya aqu aqu udh jtuh cinta sama dia dri kls 3 tp ssyng dia udh pnya pcr nma pcrnya Ana Sopiana Ank bambu di slalu mestra di dpan Kn W Jdi Cmburu…….

  9. chemaniez nita says:

    menarik i like it.

  10. isky diovani says:

    Hmm….kisahnya sangat mirip kisahku,bedanya aq dan “dia” akhirnya mnjdi suami istri yang sah,walaupun melewati masa2 putus nyambung,,namun allah memberi jodoh pd kami,stlh mnyandang sttus janda+duda..akhirnya cinta kami terbangun dlm klrga samara,insyallah…amien.

  11. neo kurnia illahi says:

    nice story

  12. Tiara lapamusu says:

    Ceritanya bqus bingitq

Leave a comment